Minggu, 06 Juni 2010

Solusi Open Source Terhadap Pembajakan Software Di Indonesia: Pandangan BSA

Berita ini mungkin basbang. Tapi saya baru membaca artikel dari Bisnis Indonesia yang berjudul BSA: Open source bukan solusi pembajakan software (tautan ke CBN karena artikel di Bisnis.com hanya ringkasannya saja). Artikel ini menggambarkan posisi BSA terhadap penegakan hak dan kekayaan intelektual di Indonesia.

“Meski solusi open source dapat memberikan manfaat dari segi pembiayaan bagi konsumen untuk kasus tertentu, open source secara definitif tidaklah selalu menjadi opsi paling tepat atau paling murah untuk konsumen,” katanya (Goh Seow Hiong, Direktur Kebijakan Peranti Lunak Business Software Alliance (BSA) Asia) kepada Bisnis belum lama ini.

Memang Open Source tidak dapat menggantikan 100% aplikasi komersil. Hanya saja pernyataan tersebut menyiratkan bahwa dalam sebagian besar kasus, perangkat lunak Open Source tidak lebih murah daripada perangkat lunak komersil.

Menurut Seow Hiong, pemerintah di suatu negara berkembang sebaiknya dapat mengambil manfaat dari upaya pengubahan pola pikir maupun sikap terhadap pembajakan dan usaha untuk meningkatkan penghargaan atas kekayaan intelektual sebagai suatu aset penting dari ekonomi informasi suatu negara.

Tanpa penghargaan terhadap pentingnya kekayaan intelektual bagi perkembangan perekonomian, lanjut dia, penerapan solusi open source tidak dapat menurunkan tingkat pembajakan peranti lunak di Indonesia.

Ini adalah pernyataan yang tidak nyambung. Selain itu menurut pengamatan saya pribadi, para pengguna perangkat lunak Open Source adalah orang-orang yang memiliki penghargaan terhadap hak kekayaan intelektual yang tinggi. Open Source sudah jelas-jelas dapat meningkatkan penghargaan terhadap perangkat lunak melalui penyediaan perangkat lunak yang legal dan sekaligus terjangkau.

Selain itu, meningkatnya penggunaan produk open source tertentu tidak berarti konsumen atau bisnis akan menggunakan produk ini sebagai pengganti opsi komersial. Sebaliknya, solusi open source dan komersial seringkali saling melengkapi dan digunakan secara berdampingan dalam lingkungan yang sama.

Siapa bilang? Saya tahu ada beberapa perusahaan yang menggunakan produk Open Source sebagai pengganti perangkat lunak komersil seperti yang kita lihat di dunia warnet akhir-akhir ini. Mereka beralih dari menggunakan perangkat lunak bajakan ke perangkat lunak legal tanpa harus mengorbankan bisnis mereka atas jasa perangkat lunak Open Source. Pada perusahaan lain, perangkat komersil bahkan hanya digunakan pada saat proses migrasi menuju solusi Open Source.

Penegakan hak dan kekayaan intelektual sudah menjadi tanggung jawab kita semua. Tetapi dalam mencapai hal tersebut tidak perlu mengikuti agenda-agenda yang dibuat oleh BSA. BSA bahkan pernah mengatakan bahwa paten perangkat lunak adalah baik!

BSA sepertinya hanya peduli terhadap HAKI jika menguntungkannya, dan membiarkan pelanggaran HAKI jika menguntungkannya. Beberapa tahun yang lalu saya pernah mengikuti gugatan BSA terhadap beberapa toko komputer di Mangga Dua. Toko-toko komputer sebut digugat karena melakukan instalasi perangkat lunak milik anggota BSA secara ilegal. Anehnya, toko-toko yang sudah jelas-jelas menjual perangkat lunak tersebut secara ilegal sama sekali tidak disentuh oleh BSA, bahkan sampai saat ini.

BSA sepertinya membiarkan pembajakan tersebut berlangsung karena dari toko-toko pembajak tersebut perangkat lunak anggota BSA bisa populer di pengguna rumahan. Yang pada akhirnya popularitas tersebut terbawa ke pengguna korporat yang sering ‘disinggahi’ oleh BSA.

Dukung hak dan kekayaan intelektual! Tetapi penegakkan HAKI tersebut tidak perlu mengekor kepada kebijakan BSA. Penegakkan HAKI perlu mengikuti kaidah yang menguntungkan bangsa dan negara Indonesia, dan bukan semata menguntungkan para anggota BSA. Open Source adalah solusi yang terbaik untuk memecahkan masalah pelanggaran HAKI di Indonesia, walaupun hal tersebut berseberangan dengan kepentingan dari BSA.

Disalin dari:Artikel Priyadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar